Loading...

Budaya Desa

Budaya Desa Kaluku Nangka

Desa Kaluku Nangka memiliki kekayaan budaya yang sangat khas dan beragam, mencerminkan warisan leluhur yang masih dilestarikan hingga saat ini. Berikut adalah penjelasan mengenai beberapa tradisi budaya yang ada di desa tersebut:

Wawancara Salah Satu Warga Mengenai Budaya di Desa Kaluku Nangka



Parrawana (Rebana)

Gambar Parrawana

Parrawana, atau rebana, adalah pertunjukan musik tradisional yang telah ada di Mandar sejak kedatangan Islam. Musik rebana ini sering dimainkan dalam acara keagamaan, seperti saat khataman Al-Qur’an dalam tradisi Sayyang Pattu’du, serta dalam prosesi pernikahan.

Dalam tradisi Sayyang Pattu’du, Parrawana menjadi bagian integral, di mana alunan musik rebana membuat kuda seolah menari mengikuti irama.

Parrawana tidak hanya dimainkan oleh pria, tetapi juga oleh wanita dalam kelompok yang dikenal sebagai ‘Parrawana Towaine’. Mereka mengenakan pakaian adat Mandar saat memainkan rebana.

Sayyang Pattu’di (Kuda Menari)

Gambar Parrawana

Sayyang Pattu’du, atau kuda menari, adalah tradisi suku Mandar di Sulawesi Barat yang menggabungkan unsur agama dan budaya lokal. Dalam bahasa Mandar, ‘Sayyang’ berarti kuda dan ‘Pattu’du’ berarti menari. Tradisi ini dinamakan kuda menari karena kuda yang telah terlatih dan ditunggangi akan menghentakkan kaki dan menganggukkan kepala mengikuti irama musik rebana, bahkan kadang-kadang mengangkat setengah badan ke udara.

Tradisi ini sering ditampilkan pada acara pernikahan, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, penyambutan tamu pejabat, dan sebagai penghargaan untuk anak-anak yang telah khatam al-Qur’an 30 Juz.

Kalindaqda

Gambar Parrawana

Kalindaqda adalah seni tradisional yang dimainkan oleh masyarakat Mandar di Sulawesi Barat. Sebagai salah satu bentuk sastra lisan yang monumental, banyak orang Mandar yang mahir dalam berkalindaqda, bersyair, atau berpantun dengan gaya khas Mandar.

Kalindaqda sering dibawakan dalam berbagai acara, mulai dari lamaran, pernikahan, akikah bayi, hingga khatam Al-Qur’an. Saat khatam Al-Qur’an, biasanya diikuti dengan sayyang pattuqdu (naik di atas punggung kuda menari), di mana anak yang khatam diarak keliling kampung dengan pakaian adat Mandar.

Para pakkalindaqda biasanya berada di depan kuda, berbalas pantun dan syair dengan nada mendayu-dayu, diiringi oleh pukulan rawana Mandar (rebana Mandar) — alat musik tradisional berbentuk lingkaran yang terbuat dari kayu dan kulit hewan — yang mengikuti irama kalindaqda.

Dengan begitu, sayyang pattuqdu tampak seakan bergoyang mengikuti syair kalindaqda dan pukulan rebana. Kalindaqda dapat dibawakan dengan berbagai tema, seperti kalindaqda pangino (humor), kalindaqda paelle (satire), mappakaingaq (kritik sosial), masaala (religi/agama), pettommuaneang (patriotisme), serta kalindaqda to sipomonge (romantis).